Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

SEJARAH PERKEMBANGAN DEMOKRASI


SEJARAH PERKEMBANGAN DEMOKRASI

            Sejarah demokrasi berasal dari system yang berlaku di negara-negara kota (city state), Yunani Kuno sekitar abad ke 5 SM. Negara-negara di Yunani pada masa itu merupakan Negara kota, khususnya di kota Athena. Pada waktu itu demokrasi dilakukan secara langsung (direct democracy), hal tersebut dimungkinkan terjadi karena Negara kota mempunyai wilayah yang relative sempit dan jumlah penduduk tidak banyak (+300.000 jiwa), sedangkan waktu itu tidak semua penduduk mempunyai hak. Demokrasi model Yunani itu tidak bertahan lama, hanya beberapa ratus tahun. Penyebabnya adalah munculnya konflik politik dan melemahnya kemampuan Dewan Kota dalam memimpin Negara kota. Ketika Romawi menyerbu Yunani dan kemudian menjajahnya, itulah tanda runtuhnya demokrasi di Yunani.
            Sejak runtuhnya demokrasi di Eropa, sistem pemerintahan yang diberlakukan adalah monarki absolut. Awal timbulnya demokrasi ditandai dengan munculnya Magna Charta tahun tahun 1215 di Inggris. Piagam ini merupakan kontrak antara raja Inggris dengan bangsawan. Isi piagam tersebut adalah kesepakatan bahwa raja Jonh mengakui dan menjamin beberapa hak yang dimiliki bawahannya. Selanjutnya sejak abad ke-13 perjuangan terhadap demokrasi terus berjalan.
            Pemikiran-pemikiran yang mendukung berkembangan demokrasi antara lain John Locke dari Inggris (1632-1704) dan Montesquieu dari perancis (1689-1755). Menurut Locke hak-hak politik mencakup hak untuk mempunyai milik (life, liberty, dan property). Montesquieu, menyusun suatu sistem yang dapat menjamin hak-hak politik dengan pembatasan kekuasaan yang dikenal dengan Trias Politica. Trias Politica menganjurkan pemisahan kekuasaan. Ketiganya terpisah agar tidak ada penyalahgunaan wewenang. Dalam perkembangannya konsep pemisahan kekuasaan sulit dilaksanakan, maka diusulkan perlu meyakini adanya keterkaitan antara tiga lembaga yaitu eksekutif, yudikatif, dan legislatif.
            Pada abad ke-19 hingga awal abad  ke-20, usaha-usaha untuk membatasi kekuasaan yang absolut telah menghasilkan ajaran Rule of Law (kekuasaan hukum). Diberlakukannya ajaran ini guna menghindarkan tindakan sewenang-wenang penguasa terhadap rakyat. Adapun unsur-unsur  rule of law itu meliputi:
           
1.      Berlakunya supremasi hokum (hukum menempati kedudukan tertinggi; semua orang tunduk pada hukum), sehingga tidak ada kesewenang-wenangan.
2.      Perlakuan yang sama di depan hukum bagi setiap warga negara.
3.      Terlindunginya hak-hak manusia oleh Undang-Undangan Dasar serta keputusan-keputusan pengadilan.

Setelah berakhirnya Perang Dunia II, demokrasi dipandang sebagai pilihan terbaik oleh hampir semua negara di dunia. Negara kita Republik Indonesia juga menyatakan diri sebagai Negara demokrasi atau negara yang berkedaulatan rakyat. Seperti yang tertulis dalam UUD 1945, dalam penggalan alenia ke-empat berikut ini

“… disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang bekedaulatan rakyat…”

Pada konperensi Internasional Commision of Jurists (organisasi internasional para ahli hukum) di Bangkok tahun 1965 dinyatakan bahwa syarat-syarat suatu negara dan pemerintahan yang demokrasi di bawah rule of law adalah adanya:
1.      Perlindungan secara konstitusional atas hak-hak warga negara.
2.      Badan kehakiman atau peradilan yang bebas dan tidak memihak.
3.      Pemilihan umum yang bebas.
4.      Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
5.      Kebebasan untuk berorganisasi dan beroposisi.
6.      Pendidikan kewarganegaraan
Perlindungan secara konstitusional atas hak-hak warga negara berarti hak-hak warga negara itu dilindungi oleh konstitusi atau UUD. Badan kehakiman atau peradilan yang bebas dan tidak memihak artinya badan atau lembaga itu tidak dapat dicampurtangani oleh lembaga manapun, termasuk pemerintahan, serta bertindak adil. Pemilihan umum yang bebas artinya pemilihan umum yang dilakukan sesuai dengan hati nurani, tanpa tekanan atau paksaan dari pihak manapun.
  Kebebasan untuk menyatakan pendapat adalah kebebasan warga negara untuk menyatakan pendapatnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, baik secara lisan maupun secara tulisan. Kebebasan berorganisasi adalah kebebasan warga negara untuk menjadi anggota organisasi politik maupun organisasi kemaksyarakatan. Kebebasan beroposisi adalah kebebasan untuk mengambil posisi di luar pemerintahan serta melakukan kontrol atau kritik terhadap kebijaksanaan pemerintah. Pendidikan kewarganegara dimaksudkan agar warga Negara menyadari hak dan kewajiban sebagai warga negara, serta mampu menunjukan partisipnya dalam kehidupan bernegara.
Keenam syarat tersebut harus terpenuhi dalam suatupemerintahan yang demokratis. Jika tidak, apalagi terdapat praktik-praktik yang bertentangan dengan keenam prinsip tersebut, maka sistem tersebut itu kurang layak disebut pemerintahan yang demokratis.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar